TOP

Eksplorasi, Kunci Indonesia Masuk Rantai Pasok Logam Tanah Jarang

2025-11-07 07:03:51
JAKARTA,cinema – Pengembangan logam tanah jarang (LTJ) dinilai berpotensi besar memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok industri teknologi global. Namun, langkah tersebut harus dimulai dari proses eksplorasi yang sistematis agar arah pengembangan sumber daya bisa lebih terukur.“Kalau kita berbicara tentang mineral tanah jarang atau rare earth, prosesnya dimulai dengan mengetahui potensi sumber daya. Ada proses eksplorasi untuk mendapatkan data sumber daya. Setelah itu baru bisa dilakukan studi kelayakan dan uji metalurgi,” ujar Edi Permadi, Tenaga Ahli Profesional Lemhannas, melalui keterangannya, dikutip Selasa (4/11/2025).Edi menekankan, tahap eksplorasi menjadi pondasi utama sebelum pemerintah menyiapkan kebijakan hilirisasi dan investasi. Setelah data cadangan diperoleh, barulah dilakukan studi kelayakan lanjutan untuk menilai keekonomian proyek, uji proses yang sesuai, hingga penyusunan analisis dampak lingkungan (AMDAL).Baca juga: Rare Earth Jadi Alasan Mendikti Dilantik Jadi Kepala Badan Industri Mineral Menurut dia, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memetakan beberapa kluster potensi LTJ di Indonesia, antara lain di Sumatera Utara, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan.“Bahkan di Bangka Belitung, tepatnya di wilayah kerja PT Timah Tbk, sudah ada cadangan monasit dan xenotime sebagai produk ikutan dari pengolahan timah. Namun, cadangan tersebut masih harus diases secara metalurgi untuk menentukan proses ekstraksi yang optimal dan ramah lingkungan,” jelasnya.Ia menambahkan, pengembangan LTJ dari mineral ikutan seperti monasit dan xenotime bisa menjadi langkah tercepat. Namun, prosesnya membutuhkan koordinasi antara Kementerian ESDM dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) karena material tersebut mengandung unsur radioaktif.“Ketika melakukan pengolahan dan pemurnian ada keterkaitan dengan unsur yang mengandung radioaktif, sehingga butuh pengawasan dari Bapeten,” kata Edi.Baca juga: Menteri Transmigrasi Bakal Bawa Peneliti untuk Gali Potensi Rare Earth di SulbarSelain dari timah, potensi LTJ juga ditemukan pada mineral laterit di wilayah Sulawesi Barat. Namun, eksplorasinya memerlukan waktu dan biaya yang lebih besar karena harus dimulai dari pemetaan sumber daya baru.“Eksplorasi sebenarnya bisa dilakukan secara in-house, tetapi perlu melihat risikonya. Biaya eksplorasi tidak murah dan belum tentu menghasilkan data yang meningkat jadi cadangan. Karena itu, peluang kerja sama dengan BUMN, swasta nasional, maupun internasional bisa dibuka,” ujarnya.Edi menilai, sinergi antara hasil eksplorasi mineral ikutan dari timah dan kluster baru yang dipetakan Badan Geologi akan mempercepat terbentuknya rantai pasok LTJ nasional.Baca juga: Garap Rare Earth, PT Timah Cari PartnerUntuk memperkuat hilirisasi, lanjutnya, ada lima pilar yang perlu diperkuat: modal, sumber daya manusia (SDM), izin sosial dari masyarakat sekitar, regulasi, dan perlindungan lingkungan.“Harus ada kemampuan dari sisi modal, kesiapan SDM untuk eksplorasi, dukungan masyarakat sekitar, regulasi yang mendukung, dan lingkungan yang terjaga,” ujarnya.Ia menambahkan, logam tanah jarang memiliki nilai strategis tinggi karena menjadi bahan baku utama industri teknologi modern, mulai dari elektronik, smartphone, perangkat medis seperti MRI dan X-ray, hingga sistem pertahanan dan pesawat tempur.Dengan langkah eksplorasi yang matang dan pengelolaan yang berkelanjutan, Edi optimistis Indonesia berpeluang besar menjadi pemain penting dalam rantai pasok global logam tanah jarang.Baca juga: AS dan Malaysia Sepakati Kerja Sama Penjualan Logam Tanah Jarang

Mirror Edition - Daily News and Expert Opinions http://m.balinewshub.cc/