TOP

Membangun Resiliensi Ekonomi Indonesia di Tengah Badai Global

2025-11-07 06:49:33
DALAM beberapa tahun terakhir,research ekonomi global dilanda ketidakpastian. Dampak pandemi COVID-19 belum sepenuhnya berlalu, dunia kembali diguncang oleh perang Rusia–Ukraina yang mengguncang rantai pasok energi dan pangan.Ketika inflasi mulai mereda, muncul lagi konflik baru di Timur Tengah yang menekan harga minyak dunia.Di saat yang sama, rivalitas geopolitik Amerika Serikat dan China kian mengeras, memunculkan ketidakpastian dalam perdagangan global dan arus investasi.Bagi negara seperti Indonesia, yang masih sangat bergantung pada ekspor komoditas dan impor bahan baku, gejolak eksternal ini bisa menyeret ekonomi domestik dalam pusaran yang sulit dikendalikan.Tekanan terhadap nilai tukar rupiah, fluktuasi harga pangan, hingga potensi perlambatan pertumbuhan menjadi ancaman nyata.Namun di sisi lain, krisis juga selalu membawa pelajaran penting bahwa ketahanan sejati bangsa tidak hanya ditentukan oleh kekuatan luar, melainkan kemampuan membangun resiliensi ekonomi domestik.Resiliensi ekonomi bukan sekadar kemampuan bertahan di tengah badai, tetapi juga kecerdasan beradaptasi, memanfaatkan peluang, dan bangkit lebih kuat.Di tengah gejolak dunia yang tak pasti, membangun resiliensi ekonomi domestik menjadi strategi kunci bagi Indonesia untuk menjaga kedaulatan, stabilitas, dan kesejahteraan rakyat.Baca juga: Whoosh Bukan Investasi SosialTulisan ini akan mengulas secara reflektif bagaimana kondisi ekonomi global saat ini memengaruhi Indonesia, apa saja fondasi resiliensi yang telah dimiliki, serta strategi apa yang perlu diperkuat agar Indonesia benar-benar tahan guncangan dan mampu berdiri tegak dalam menghadapi badai ekonomi global.Dunia ekonomi global kini hidup dalam era di mana krisis yang saling bertaut, memperkuat, dan menciptakan ketidakpastian berlapis. Terdapat lima arus besar yang paling berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi dunia dan Indonesia.Pertama, krisis geopolitik dan keamanan global. Konflik di Ukraina, Palestina, dan ketegangan di Laut Cina Selatan menyebabkan disrupsi pada rantai pasok energi dan pangan global. Harga minyak, gas, dan gandum naik-turun tajam, menekan inflasi di banyak negara.Kedua, fragmentasi perdagangan global. Dunia yang dulu mengandalkan perdagangan bebas kini bergerak menuju proteksionisme baru.Negara-negara besar lebih fokus pada kemandirian strategis mulai dari semikonduktor hingga bahan baku penting seperti nikel dan litium.Ketiga, perubahan iklim dan krisis pangan. Fenomena El Niño menyebabkan kekeringan panjang, mengganggu produksi pangan di Asia dan Amerika Latin. Indonesia pun tidak lepas dari ancaman gagal panen dan kenaikan harga beras.Keempat, perlambatan ekonomi China. Sebagai mitra dagang utama Indonesia, pelemahan ekonomi China berdampak langsung terhadap permintaan komoditas ekspor seperti batu bara, sawit, dan nikel.Kelima, ketidakpastian pasar keuangan global. Kebijakan suku bunga tinggi di AS membuat arus modal keluar dari negara berkembang, melemahkan nilai tukar rupiah dan meningkatkan biaya impor serta utang luar negeri.Semua faktor ini saling terkait dalam menciptakan tekanan berlapis pada ekonomi domestik. Maka, resiliensi ekonomi menjadi keharusan strategis, bukan pilihan.Sejarah mencatat, ekonomi Indonesia memiliki daya tahan yang relatif kuat. Krisis moneter 1997–1998 menjadi pelajaran berharga ketika ketergantungan berlebihan pada utang luar negeri dan lemahnya sistem perbankan menjerumuskan ekonomi nasional.Namun, dari krisis itu pula lahir reformasi struktural yang memperkuat sistem keuangan, memperbaiki tata kelola, dan memperkuat fondasi fiskal.Ketika krisis global 2008 melanda, Indonesia termasuk sedikit negara yang mampu tetap tumbuh positif. Hal ini karena kebijakan moneter yang hati-hati, sistem perbankan sehat, dan peran konsumsi domestik yang besar.Pandemi COVID-19 menjadi ujian berikutnya. Ekonomi Indonesia sempat mengalami pertumbuhan negatif, namun kita mampu melakukan pemulihan relatif cepat.Kebijakan fiskal ekspansif yang fleksibel melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), dukungan UMKM, dan percepatan vaksinasi menjadi penopang utama.Kondisi ini menunjukkan bahwa resiliensi ekonomi Indonesia tidak muncul tiba-tiba, melainkan dibangun melalui pengalaman krisis dan reformasi berkelanjutan.Namun, menghadapi tantangan global baru, fondasi yang ada perlu diperkuat dengan orientasi baru, yaitu transformasi ekonomi domestik inklusif, produktif, dan berdaya saing.Untuk menghadapi badai global, setidaknya terdapat empat pilar utama yang menjadi penopang ketahanan ekonomi domestik Indonesia.

Mirror Edition - Daily News and Expert Opinions http://m.balinewshub.cc/