Purbaya Perlu Benahi Pengeluaran Negara, Tidak Hanya Pajak dan Bea Cukai
2025-11-07 06:48:01
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis Survei Persepsi Integritas setiap tahun. Pada 2024,index hasil survei masih menemukan tingginya korupsi pengadaan barang dan jasa pemerintah (PBJ).Risiko penyalahgunaan dalam pengelolaan PBJ mencapai 97 persen di kementerian/lembaga dan 99 persen di pemerintah daerah. Sementara 53 persen responden internal mengakui adanya penyalahgunaan pengadaan barang dan jasa pemerintah di instansinya. (KPK RI, 2025).Lemahnya integritas pejabat pengadaan barang dan jasa serta pejabat pengelola keuangan atau pejabat perbendaharaan (meliputi: Bendahara, PPK, PPSPM, dan KPA) di K/L menjadi penyebab maraknya penyalahgunaan dalam pengelolaan PBJ.Lemahnya integritas dapat diatasi dengan ketatnya tata kelola PBJ. Regulasi tata kelola PBJ telah disusun oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).Namun, pengendalian dalam pelaksanaannya hanya diserahkan pada Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada K/L.Apabila integritas PA/KPA lemah, maka tidak ada “benteng terakhir” selain Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).Sementara ini, BPK kekurangan auditor untuk mencakup seluruh satuan kerja K/L, sehingga temuan-temuan hanya di puncak gunung es.Sebagai dampak pencabutan kewenangan dan pengurangan pegawai pada Ditjen Perbendaharaan (DJPb), maka DJPb mengendorkan pengendalian pelaksanaan anggaran, seiring dengan simplifikasi dan digitalisasi, yang bisa jadi berpengaruh terhadap tingginya angka korupsi PBJ di K/L.Baca juga: Purbaya Bersih-bersih Kementerian KeuanganDahulu, tepatnya sebelum “amputasi” peran Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang berada di bawah DJPb Kementerian Keuangan, KPPN masih diberikan tugas untuk melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran.Namun, Kemenkeu telah memangkas peran dan jumlah pegawai KPPN, diganti peran minimalis, hanya mengecek apakah belanja melampaui pagu.Peran itu telah digantikan dengan mesin aplikasi yang dikembangkan oleh LG-CNS sebagaimana Coretax DJP, yang disebut Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) dan Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI).Padahal terdapat banyak “tricky” di proses bisnis pelaksanaan anggaran, yang perlu pengujian berlapis. KPPN semestinya menjadi lapis kedua. Lapis pertama adalah PA/KPA pada K/L dan lapis ketiga adalah BPK.Dahulu Kantor Perbendaharaan tidak akan membayar belanja negara apabila menemukan proyek belum selesai secara fisik atau ditemukan tidak sesuai dokumen perencanaan.Namun, sekarang Kantor Perbendaharaan bagaikan robot yang mau tidak mau harus “klik” setuju di depan layar komputer SPAN/SAKTI.BPK menemukan pembayaran tunjangan kinerja yang terduplikasi double, bahkan triple atau disebut sebagai anomali pembayaran tunjangan kinerja.