TOP

Suara Revolusi dari Timur, Ajoeba Wartabone dan Semangat Persatuan Indonesia

2025-11-07 06:53:58
— Saat Republik Indonesia baru memproklamasikan kemerdekaan pada 1945,business masa depan bangsa berada di situasi genting. Serangan militer Belanda, manuver diplomasi, dan strategi federalisme kolonial mengancam keutuhan negara.Di tengah tekanan itu, suara dari daerah ikut menopang Republik. Dari Gorontalo, muncul Ajoeba Wartabone (1894–1957), pemimpin progresif yang menegaskan sikap anti pecah-belah di Indonesia Timur.Kisah intelektual dan politik tersebut menjadi bahasan dalam diskusi buku “Suara dari Timur: Mengenang Ajoeba Wartabone dan Perjuangan Menuju Indonesia Bersatu” di rangkaian Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) 2025.Kegiatan tersebut mengajak publik menengok kontribusi daerah dalam pembentukan Indonesia modern, narasi yang jarang mendapat panggung nasional.Biografi setebal 450 halaman terbitan Diomedia berjudul lengkap Ajoeba Wartabone (1894–1957). Sekali ke Djokja Tetap ke Djokja. Biografi Gagasan dan Kepemimpinan dari Gorontalo untuk Indonesia Bersatu menyajikan riset arsip dalam dan luar negeri.Buku tersebut menelusuri jejak nasionalisme, pembangunan pendidikan, infrastruktur, kesehatan, hingga diplomasi lokal pada masa awal republik, sekaligus menempatkan Indonesia Timur dalam konteks sejarah yang kerap luput dari narasi pusat.Ajoeba tercatat sebagai peserta Konferensi Denpasar, Desember 1946, forum yang digelar Belanda untuk menyusun sistem federal.Dok. Suara Revolusi dari Indonesia Timur Buku Ajoeba Wartabone (1894?1957). Sekali ke Djokja Tetap ke Djokja. Biografi Gagasan dan Kepemimpinan dari Gorontalo untuk Indonesia BersatuKehadirannya menggambarkan sikap kritis terhadap upaya pecah-belah dan pentingnya menjaga kesatuan dari dalam struktur negara bagian.Dalam Sidang Parlemen Negara Indonesia Timur (NIT) 1947 di Makassar, Ajoeba menyampaikan pernyataan ikonik, “Sekali ke Djokja, Tetap ke Djokja.”Ucapan itu menjadi simbol dukungan pada pemerintah Republik di Yogyakarta sekaligus penolakan terhadap federalisme bentukan kolonial.Diskusi buku menghadirkan sejarawan Bali, Prof Dr Anak Agung Bagus Wirawan, SU; penulis buku, dosen, dan peneliti, Basri Amin, SSos, MA; serta peneliti partisipasi publik dari Inggris, Isabella Roberts, ACA, MSc. Sesi ini dipandu Maruschka Niode dengan moderator Amanda Katili.Antropolog sekaligus Ketua Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia Prof Dr Meutia Farida Hatta Swasono menilai karya tersebut memperluas wawasan publik tentang kontribusi daerah dan pembangunan yang berkeadilan.Biografi Ajoeba Wartabone bukan hanya merekam peristiwa sejara, melainkan juga memotret nilai, keberanian, dan keteguhan sikap yang menyalakan api persatuan pada masa awal republik.

Mirror Edition - Daily News and Expert Opinions http://m.balinewshub.cc/