TNI Klaim Pasal yang Digugat di MK Bikin Militer Terkendali di Bawah Sipil
2025-11-07 06:58:21
JAKARTA,tournament - Tentara Nasional Indonesia (TNI) berpendapat sejumlah pasal dalam UU TNI yang kini digugat di Mahkmah Konstitusi (MK) justru merupakan penjaga agar TNI tetap berada di bawah supremasi sipil.“Pasal-pasal yang mereka persoalkan justru merupakan fondasi penting agar TNI dapat menjalankan tugas-tugas pertahanan secara profesional dan terkendali di bawah otoritas sipil yang sah,” kata Kapuspen Mabes TNI Mayjen TNI Freddy Ardianzah kepada Kompas.com, Rabu (5/11/2025).Baca juga: UU TNI Digugat Lagi ke MK, Kapuspen: Kami Hormati Langkah Hukum Oleh karena itu, dia menilai gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 menunjukkan ketidakpahaman para penggugat terhadap isi dan substansi aturan tersebut.Freddy meyakini bahwa TNI selalu berada dalam koridor konstitusi karena setiap langkah dan kebijakan dijalankan sesuai dengan aturan yang berlaku.Menurutnya, pelaksanaan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) pun diatur secara rinci untuk memastikan keterlibatan TNI hanya didasarkan pada kepentingan nasional, bukan kepentingan politik atau kelompok tertentu.“TNI akan tetap fokus pada tugas pokoknya menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa, tanpa terpengaruh oleh dinamika yang justru dapat melemahkan fondasi pertahanan nasional,” jelas dia.Baca juga: Lagi, UU TNI Digugat ke Mahkamah Konstitusi Terlepas dari itu, Mabes TNI tetap menghormati langkah hukum yang diambil oleh Koalisi Masyarakat Sipil.Diberitakan sebelumnya, Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang UU TNI kembali digugat ke MK oleh sejumlah koalisi masyarakat sipil.Berbeda dengan gugatan-gugatan sebelumnya, kali ini, UU TNI digugat secara materiil.Gugatan bernomor 197/PUU-XXIII/2025 ini diajukan oleh beberapa lembaga dan koalisi masyarakat sipil, yaitu Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (IMPARSIAL), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum APIK Jakarta.Lalu, tiga orang warga sipil juga ikut mengajukan gugatan. Mereka adalah Ikhsan Yosarie, Mochamad Adli Wafi, dan Muhammad Kevin Setio Haryanto.Pada gugatan ini, ada beberapa pasal yang digugat dan diharapkan bisa ditinjau oleh majelis hakim konstitusi.Pasal-pasal yang dirujuk antara lain: Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 9 dan angka 15; Pasal 7 ayat (4); Pasal 47 ayat (1); Pasal 53 ayat (2) huruf b, c, d, dan e; Pasal 53 ayat (4); dan Pasal 74 ayat (1) dan ayat (2).Pasal yang digugat ini terkait dengan pengerahan operasi militer selain perang, penempatan perwira di jabatan sipil, hingga batas usia pensiun, dan sistem peradilan militer.Baca juga: Menteri PPPA Dorong TNI Berkasus Pidana Diproses Peradilan Umum, Ini PasalnyaMenurut para pemohon, ada unsur-unsur yang dianggap bermasalah dan berpotensi melanggar hak konstitusional warga negara Indonesia jika pasal-pasal ini tidak diterjemahkan ulang atau dihapus.“Misalnya masuk ke urusan otonomi daerah gitu ya, atau urusan pemerintah daerah, atau membantu penanggulangan ancaman siber gitu, dan kami pikir ini penting untuk diuji,” ujar pemohon, perwakilan dari YLBHI, Fadhil Alfathan saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (4/11/2025).Ia menegaskan, koalisi masyarakat sipil mendorong militer bersikap profesional dalam ranahnya.Tapi, jika kerja militer melebar ke ranah sipil atau teknis lain, para pemohon meyakini hal ini patut dipertanyakan atau ditolak.