Belajar Batik di Pekalongan, dari Pewarna Alami hingga Branding Digital yang Berkelanjutan
2025-11-07 06:55:32
- Di Pekalongan,air batik tidak hanya diajarkan sebagai keterampilan seni, tetapi juga sebagai pelajaran hidup tentang kemandirian, keberlanjutan, dan inklusivitas.Melalui program pelatihan di Rumah Batik TBIG dan Koperasi Bangun Bersama (KBB), para peserta, termasuk penyandang tuli, belajar memahami proses membatik dari tahap dasar hingga penggunaan pewarna alami yang ramah lingkungan.Head of Corporate Social Responsibility Department PT Tower Bersama Infrastructure Tbk, Fahmi Sutan Alatas menjelaskan, bahwa penggunaan pewarna alami menjadi bagian penting dari kurikulum pelatihan tersebut.Baca juga: Manfaat Bioenzim, dari Pembersih Alami hingga Solusi Limbah Batik"Pendekatan itu diterapkan untuk membentuk paradigma produksi yang berwawasan lingkungan hingga tahap pascaproduksi. Dengan begitu, para pembatik muda diharapkan tidak hanya mempertimbangkan aspek finansial, tetapi juga keberlanjutan prosesnya," ujar Fahmi dalam event Seminar Nasional Scaling Up Usaha Mikro Batik: Strategi Kolaborasi, Inovasi, dan Branding untuk Daya Saing Global” di Hotel The Sidji, Kota Pekalongan, Kamis (23/10/2025).Fahmi menambahkan, pewarna alami yang digunakan berasal dari bahan nabati seperti tumbuhan indigofera dan daun jati. Kedua bahan ini menghasilkan warna yang lembut, alami, dan memiliki daya tahan cukup baik.Pendekatan ramah lingkungan ini juga mengajarkan peserta untuk memahami rantai produksi secara menyeluruh, mulai dari pemilihan bahan baku hingga pengolahan limbah.“Kami bekerja sama dengan komunitas pengelola limbah sampah organik untuk menghasilkan bioenzim, sehingga limbah batik dapat diminimalkan dampaknya terhadap lingkungan,” tambah Fahmi./Elizabeth Ayudya Ratna Rininta Karya batik siswa binaan Rumah Batik TBIG PekalonganSeiring meningkatnya minat terhadap produk ramah lingkungan, terutama batik pewarna alami yang membutuhkan ketelatenan tinggi, tantangan utama pengrajin kini bergeser pada cara memperkenalkan nilai keberlanjutan tersebut kepada publik.Di titik inilah digital branding berperan sebagai jembatan strategis antara nilai budaya dan kebutuhan pasar modern.Pakar branding dan pemasaran digital, Ilona Juwita, menjelaskan bahwa digital branding penting untuk memperluas jangkauan dan membangun kesadaran publik terhadap batik berkelanjutan.Menurutnya, melalui kanal digital, pengrajin dapat menceritakan proses pembuatan batik pewarna alami, memperlihatkan keunikan warnanya yang organik, serta mengedukasi konsumen mengenai nilai keberlanjutan di balik setiap produk.Baca juga: Pemberdayaan Difabel Rungu: Rumah Batik Pekalongan Jadi Wadah InklusifIlona juga menekankan pentingnya menghadirkan konten edukatif agar konsumen, terutama generasi muda, memahami asal-usul produk sebelum membeli.Kolaborasi dengan content creator menjadi strategi efektif untuk menyampaikan pesan budaya dengan gaya yang menarik dan mudah diterima publik.“Content creator memahami cara mengemas cerita agar lebih mudah diterima audiens tanpa terkesan menggurui, sehingga batik pewarna alami bisa tampil relevan dan mudah dipahami di media sosial,” ujarnya.Dengan pendekatan storytelling digital yang tepat, batik tidak hanya dipandang sebagai produk fesyen, tetapi juga sebagai warisan budaya yang hidup dan terus berkembang mengikuti zaman.Upaya ini menunjukkan bahwa pembelajaran batik di Pekalongan kini tidak berhenti di ruang praktik. Proses belajar terus berlanjut ke ruang digital dengan mempersiapkan generasi perajin yang kreatif, inklusif, dan berdaya saing global.