Dari Skandal Investree ke Penguatan Literasi, OJK Bentuk Ulang Kepercayaan Publik
2025-11-07 06:51:54
JAKARTA,doctor - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan tajinya dalam penanganan kasus penyelenggara fintech peer-to-peer lending atau pinjaman daring PT Investree Radhika Jaya (Investree).Dengan adanya penanganan yang serius, preseden ini diharapkan tidak membuat masyarakat skeptis terhadap layanan keuangan pinjaman daring ini.Pasalnya, industri ini memiliki potensi pertumbuhan yang besar untuk memberikan akses pembiayaan pada masyarakat yang belum terlayani perbankan.Di balik tangan besi OJK kepada pelaku kejahatan di sektor keuangan, masyarakat juga menyimpan harapan pemulihan kerugian atas kejahatan di sektor keuangan.Baca juga: Panggil Pengurus Pinjol Dana Syariah Indonesia, OJK Minta Pengembalian Dana Lender jadi PrioritasSebagai konsekuensi atas masalah yang tak kunjung teratasi, OJK telah mencabut izin pindar Investree sejak 21 Oktober 2024. Hal tersebut berdasarkan Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-53/D.06/2024 pada 21 Oktober 2024.Langkah penanganan yang serius terhadap Investree diperlihatkan OJK dengan membawa tersangka Adrian Asharyanto Gunadi pulang ke Indonesia.Mantan CEO Investree ini merupakan dalang di balik kasus penghimpunan dana masyarakat tanpa izin dengan menggunakan fintech lending PT Investree Radhika Jaya (Investree). Kegiatan tersebut diketahui telah dilakukan sejak Januari 2022 hingga Maret 2024.Tersangka dinilai tidak kooperatif selama tahap penyidikan dan malah diketahui berada di Doha, Qatar. Ia diketahui pertama kali ke Qatar pada 2023 dan masih sempat kembali ke Indonesia hingga awal 2024. Otoritas Jasa Keuangan (OJK).Deputi Komisioner Hukum dan Penyidikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Yuliana mengatakan, dalam penegakan hukum, penyidik OJK berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung RI dalam menjerat tersangka."OJK bersama Kepolisian Republik Indonesia (RI) serta sejumlah Kementerian telah berhasil memulangkan dan menahan Saudara AAG yang diduga melakukan kegiatan penghimpunan dana tanpa izin OJK," kata dia dalam konferensi pers, Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan, Jumat (26/9/2025).Ia menambahkan, tersangka diduga menggunakan PT Radhika Persada Utama (RPU) dan PT Putra Radhika Investama (PRI) sebagai special purpose vehicle untuk menghimpun dana ilegal dengan mengatasnamakan Investree. Dana tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi.Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris NCB Interpol Divhubinter Polri Brigadir Jenderal Untung Widyatmoko mengatakan, total kerugian kasus ini mencapai Rp 2,75 triliun."Kerugiannya kan semua berupa pinjaman online P2P lending, di mana mereka menghimpun dana masyarakat tanpa izin dari otoritas," terang dia.Baca juga: OJK Cabut Izin Usaha BPR Nagajayaraya Sentrasentosa Atas Permintaan Pemegang SahamSaat ini kasus diserahkan ke Biro Koordinator Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Korwas PPNS) di bawah Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) PolriSebagai catatan, mantan CEO Investree tersebut telah masuk ke dalam red notice sejak 7 Februari 2025. Hal tersebut tertuang dalam dokumen Interpol Red Notice – Control No.: A-1909/2.Red notice sendiri merupakan permintaan kepada aparat hukum di seluruh dunia untuk menemukan dan menahan sementara seseorang yang dicari dengan tujuan ekstradisi, penyerahan, dan tindakan hukum serupa.